Sering Bernapas Lewat Mulut? Waspadai Dampaknya pada Gigi dan Bentuk Wajah
1Buy Celebrex Online – Bernapas lewat mulut adalah salah satu kebiasaan yang sering muncul, baik saat beraktivitas maupun ketika tidur. Padahal, secara normal manusia seharusnya bernapas melalui hidung yang berfungsi sebagai filter alami udara yang masuk. Menurut para ahli, kebiasaan bernapas lewat mulut dapat berdampak serius pada kesehatan gigi, rahang, hingga bentuk wajah, terutama pada anak-anak dan remaja yang masih berada dalam masa pertumbuhan.
“Jika kebiasaan ini berlangsung terus-menerus, maka akan ada risiko masalah gigi dan rahang di masa depan,” jelas drg. Fauzia Adhiwidyanti Sp.Ort, dokter gigi spesialis ortodonti dari Bethsaida Hospital Dental Center, Gading Serpong, Tangerang.
Fauzia menjelaskan, kebiasaan bernapas lewat mulut biasanya terjadi karena adanya kesulitan bernapas melalui hidung. Saat aliran udara lewat hidung berkurang, tubuh akan memaksa udara keluar melalui mulut. Kondisi ini bisa dipicu alergi, sinusitis atau pilek berkepanjangan, pembesaran amandel, hingga kelainan bentuk hidung yang menyempitkan saluran pernapasan.
“Baca Juga: Aturan Minum Obat Cacing, Harus Diulang atau Cukup Sekali?”
Kebiasaan ini sering menimbulkan tanda-tanda awal, seperti tidur dengan mulut terbuka, mulut kering saat bangun tidur, sering mendengkur, wajah tampak memanjang, adanya lingkaran hitam di sekitar mata, hingga suara sengau ketika berbicara.
Pada masa pertumbuhan, bernapas lewat mulut dapat menyebabkan berbagai masalah ortodonti: lengkung gigi atas menyempit, gigi maju, gigitan terbuka pada gigi depan, atau gigitan terbalik di bagian belakang. Gangguan tersebut tidak hanya memengaruhi fungsi pengunyahan, tetapi juga mengubah estetika wajah.
Selain itu, aliran udara langsung ke mulut membuat rongga mulut lebih kering. Kondisi ini meningkatkan risiko bau mulut kronis (halitosis) dan gigi berlubang, karena bakteri lebih mudah berkembang biak tanpa cukup air liur. Dalam jangka panjang, kebiasaan ini dapat menyebabkan pertambahan vertikal pada sepertiga bawah wajah, kondisi yang dikenal sebagai long face syndrome.
Untuk mencegah komplikasi, perawatan ortodontik dapat membantu memperbaiki posisi gigi sekaligus memotivasi pasien agar kembali bernapas lewat hidung. Anak-anak juga biasanya diajarkan latihan pernapasan serta edukasi tentang cara bernapas yang benar.
Jika terdapat masalah medis yang mendasari, dokter gigi akan berkolaborasi dengan spesialis THT, dokter anak, atau terapis wicara. “Perawatan sejak dini sangat penting agar pertumbuhan gigi dan wajah tetap optimal. Dengan penanganan tepat, kita tidak hanya memperbaiki gigitan dan estetika gigi, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup anak,” pungkas drg. Fauzia.
“Simak Juga: Efek Ucapan ‘Rakyat Tolol’, Ahmad Sahroni Dicopot dari Wakil Ketua Komisi III DPR”
This website uses cookies.